- LAHAN WARGA DIGARAP PT.ADEI DANA SAGU HATI APARAT DESA PENASO & DESA BERINGIN YANG NIKMATI.
- PIHAK PERUSAHAAN AKUI PADA TAHUN 2004 TELAH BAYAR Rp. 288 JUTA UNTUK PEMBAYARAN (PENGGANTIAN) LAHAN WARGA YANG DITERIMA OLEH KADES PENASO & KADES BERINGIN KEC.PINGGIR.
- PIHAK PEMKAB BENGKALIS TAK MAMPU ATASI & SELESAIKAN PERMASALAHAN MASYARAKATNYA.
Pinggir,
Menara Riau
Usia suatu
permasalahan mencapai 14 tahun bukanlah jangka waktu yang singkat, apalagi
menanggung beban derita/persoalan. Seperti beban derita yang dialami/ dirasakan oleh warga Suku Asli
Melayu Sakai (SAMS) yang ada di daerah Muara Basung, Desa Tengganau, Desa
Penaso dan sekitarnya. Oleh karena beratnya beban itu kebanyakan warga hanya
bisa pasrah dengan situasi dan keadaan mereka yang sudah tidak bisa berbuat
apa-apa.
Kendati demikian situasi yang terjadi
terhadap warga suku asli Melayu Sakai Muara Basung dan sekitarnya, masih tetap
ada sebagian kecil pejuang-pejuang yang tak kenal lelah dan pantang mundur
walau harta, waktu, tenaga & nyawanya jadi korban demi mempertahankan
hak-haknya yang dirampas oleh PT.ADEI. Dan hal itu bukan hanya omongan di bibir
saja melainkan ditunjukkan dan dilaksanakan sampai pihak Perusahaan sadar akan
kesalahan yang diperbuatnya.
Berbagai cara dan upaya
sudah yang sekian kalinya warga Suku Asli Melayu-Sakai yang diwakili oleh Bapak
Mustar selaku Ketua Tim Penyelesaian Pembangunan Kebun Kelapa Sawit (TP3KS)
membuat laporan tentang permasalahan yang dihadapi warga selama 14 Tahun ini.
Laporan itu bukan hanya tingkat RT/RW, Kelurahan dan tingkat Kecamatan saja,
bahkan sudah sampai ke tingkat Kabupaten, Provinsi serta Ke Pemerintah Pusat di
Jakarta. Namun sampai saat ini hasilnya belum kunjung terlihat. “Ada apa dengan
pihak Pemerintah sehingga persoalan masyarakat yang sudah lama terzolimi oleh
PT.Adei tidak ditanggapi dan bahkan seakan-akan dibiarkan/diterlantarkan begitu
saja???”.
Setelah
kesepakatan bersama yang terjadi pada tanggal 13 April 2000 di dalam musyawarah
bersama antara pihak Perusahaan dengan masyarakat Suku Asli Melayu-Sakai yang
mana menghasilkan keputusan ‘bahwa PT.Adei Plantation dan Industri akan
membangun Kebun Kelapa Sawit dengan pola KKPA Seluas 1.800 Ha’ itu hingga saat
ini tidak ada direalisasikan oleh pihak Perusahaan terhadap warga ‘SAMS’.
Padahal kesepakatan tersebut sudah melalui rapat/pertemuan antara kedua belah
pihak dan yang dihadiri oleh pihak Instansi terkait dengan permasalahan
tersebut serta pihak Pemerintahan setempat.
Yang lebih
Ironisnya lagi ialah bahwa Perjanjian kesepakatan yang dihasilkan pada waktu
itu (13 April 2000) di torehkan di atas KOP SURAT DEPARTEMENT KEHUTANAN DAN
PERKEBUNAN KANTOR WILAYAH PROPINSI RIAU. Dan surat tersebut disetujui &
ditanda tangani oleh Kepala Kantor Dephutbun Wilayah Propinsi Riau Ir.DARMINTO
SOETONO, MM. Yang mewakili Pihak Pemerintah Setempat saat itu Safruddin selaku
Camat Mandau – (Karena Kejadian kala itu masih masuk dalam wilayah Kec.Mandau/
belum dimekarkan-red), dan dihadiri oleh Kades Penaso, Kades Tengganau, Ketua
LAM Drs.Fachruddin, Wakil Masyarakat Suku Sakai Bosniar dan dari Pihak
Perusahaan Ir.Alfian (PT.Adei) & DG (PT.Arara Abadi).
Sejak saat itu
sampai sekarang ini pihak Perusahaan telah mengingkari & menzolimi
masyarakat Suku Asli Melayu Sakai yang ada di Desa Muara Basung dan sekitarnya.
Walau demikian, sebagai ketua kelompok pola KPPA Mustar pantang menyerah dan
terus memantau dan menelusuri perkembangan persoalan tersebut.
Ketika ditanya
seberapa besar keseriusan Mustar dalam menyelesaikan persoalan itu, Beliau
mengatakan, “Saya selalu siap dan sangat serius dalam mengerjakan pekerjaan
ini. Saya sudah berulang kali bertanya perihal persoalan kesepakatan bersama
yang tertera di dalam surat yang dibuat dan diputuskan bersama pada tahun 2000
lalu. Sampai seluruh harta & hidup saya akan dikorbankan untuk
memperjuangkan yang menjadi hak saya dan masyarakat Suku Asli Melayu-Sakai.
Sampai hanya pakaian yang melekat di badan ini pun tinggal harta saya yang
tersisa, saya rela dan tidak apa-apa”, tegas Mustar kepada awak media Kamis
(24/04).
“Mulai dari tidak
terealisasinya kesepakatan bersama itu hingga sekarang, saya yang terus
mengurus/mengerjakannya, bahkan semua biaya pengurusan tersebut merupakan biaya
saya pribadi tanpa ada sokongan/bantuan dana dari siapapun juga. Itulah buktinya saya sangat serius
dalam mengerjakan pekerjaan ini sampai semuanya tuntas dan kami masyarakat Suku
Asli Melayu-Sakai dapat menikmati Hak-hak kami. Tidak masalah bagi Saya
waktunya cepat atau lambat, yang jelas saya akan berusaha semampu & sekuat
tenaga saya agar persoalan itu selesai”, tambah Mustar.
“Dan bukti-bukti yang
lain tentang keseriusan saya mengurus/menyelesaikan permasalahan ini sudah saya
buat dan semua ada realitanya. Salah satu contohnya ialah ‘Melaporkan persoalan
ini & membawa surat laporan tersebut ke Pemerintah Pusat Jakarta. Dan saya
sudah empat (4) kali ke Jakarta hanya untuk melaporkan persoalan ini agar dapat
ditindaklanjuti serta diselesaikan oleh Pemerintah yang berwenang atas
permasalahan tersebut. Surat-surat laporan itu saya antarkan langsung ke
ruangan/kantor setiap Instansi yang berkaitan dengan persoalan itu”,
ujarnya.
Semua daya upaya
yang Saya lakukan selama ini tidak lain tidak bukan hanya berharap pihak Pemkab
Bengkalis, Pemprov Riau dan Pemerintah Pusat Jakarta Melalui para Menterinya
dapat menjembatani dan menyelesaikan persoalan yang telah terjadi di
tengah-tengah masyarakat selama 14 Tahun ini. Dan Kami berharap agar pihak
Perusahaan segera memberikan apa yang menjadi hak masyarakat sesuai dengan isi
surat yang telah disepakati bersama pada Tahun 2000 silam. Satu lagi, tolong dibayarkan
pergantian (Sagu Hati) atas lahan warga setempat langsung kepada yang
bersangkutan (si pemilik lahan) atau kepada ahli warisnya apabila telah
meninggal dunia, dan jangan melalui perantara/ orang ketiga seperti yang
dilakukan pada Tahun 2004 & beberapa waktu lalu”, ungkap Ketua TP3KS
Mustar.
Menurut Mustar
selaku Tokoh Masyarakat, Dana yang diberikan oleh pihak PT.ADEI di Tahun 2004
sebesar Rp.288 Juta dan beberapa waktu
lalu itu tidaklah jelas arahnya, bahkan sangat besar dugaan dana tersebut tidak
diberikan oleh yang mengambil (Memegang dana sebagai Perwakilan) kepada
masyarakat melainkan di gelapkan alias DI KORUPSI. Konon pengakuan dari pihak
Perusahaan baru-baru ini Perusahaan telah mengkucurkan/memberikan dana sebesar
Rp.2,5 Miliar untuk pergantian lahan masyarakat, akan tetapi hal tersebutpun
tidak jelas.
“Kalaupun pihak
PT.Adei ada memberikan dana untuk penggantian lahan (Sagu Hati) mereka, hal itu
merupakan suatu kewajaran bahkan wajib. Pasalnya yang diambil & ditanam itu
adalah tanah masyarakat. Akan tetapi, kesepakatan bersama tetap
dilanjutkan/dilaksanakan Perusahaan dan tetap diberikan kepada masyarakat Suku
Asli Melayu Sakai yang ada di Desa Muara Basung, Tengganau dan sekitarnya.
Apabila PT.ADEI telah berjanji akan membangun Kebun Kelapa Sawit Pola KKPA
seluas 1.800 Ha, maka hukumnya wajib/harus dilaksanakan & diberikan kepada
masyarakat, KARENA JANJI ITU ADALAH HUTANG”, jelasnya.
*001.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar